BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seiring terjadinya resesi global yang ditandai
dengan adanya pemutusan hubungan kerja,menurunnya daya beli masyarakat,dan
semakin sempitnya ketersediaan lapangan kerja,mendorong peningkatan jumlah
penyandang masalah kesejahteraan social. Dengan situasi dan kondisi di atas
maka dapat di prediksikan salah satu jenis permasalahan social yaitu pemulung
akan mengalami peningkatan populasi pada masa mendatang. Peningkatan populasi
pemulung tersebut dapat terlihat dari pemandangan yang lazim di daerah
perkotaan,baik ditempat pembuangan sementara (TPS),tempat pembuangan akhir
(TPA),tempat pengolahan sampah terpadu (TPST),jalan raya,rumah-rumah
makan,supermarket,pasar tradisional,pabrik-pabrik,bantaran kali,maupun di sisi
rel ataupun stasiun kereta api banyak dijumpai orang mengais dan memungut
sampah yang memiliki nilai ekonomis untuk dijual kepada agen yang disebut lapak
atau pengepul.
Dilihat dari aspek kesejahteraan social,kondisi
kehidupan sehari-hari pemulung sangat memperihatinkan.Pola kehidupan mereka di
wilayah perkotaan cenderung kumuh dan mengelompok di kantong-kantong
kemiskinan. Mereka banyak tinggal ditempat-tempat yang beresiko tinggi,seperti
: dikolong jembatan,pinggir kali,lokasi pembuangan sampah,atau bahkan ada yang
tidur di gerobak sampah bersama anak dan istrinya. Mereka memiliki tingkat
pendidikan rendah dan keterampilan (skill) yang kurang memadai,serta minimnya
pengalaman bekerja. Dari aspek kesehatan,pekerjaan ini memiliki resiko besar
karena rentan terkena penyakit ditambah lagi kadar gizi yang rendah serta akses
layanan kesehatan yang minim. Banyak keluhan bahkan cemoohan dari warga atas
keberadaan pemulung karena kehadirannya sudah menimbulkan “keresahan” dan
ketidaktentraman masyarakat.
Kondisi tersebut tidak terlepas dari sebagian
pemulung yang sering melakukan tindakan kurang terpuji. Selain itu
tempat-tempat penampungan barang milik pemulung menambah kekumuhan wajah kota
karena para pemulung cenderung tidak memperhatikan aspek kebersihan,ketertiban
dan keindahan lingkungan walaupun demikian,mereka adalah warga Negara yang
patut mendapatkan perhatian dan perlindungan dari pemerintah sebagaimana warga
masyarakat lainnya,sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam pembangunan
secara efektif. Kami telah melakukan observasi terhadap kehidupan pemulung,disini
kami akan memberikan gambaran terhadap kehidupan pemulung di Cinere-Depok.
1.2 Tujuan
Makalah ini memiliki beberapa tujuan
diantaranya :
1. Mengetahui
sudah berapa lama tinggal dipemukiman pemulung
2. Mengetahui
waktu mereka memungut sampah.
3. Mengetahui
daerah mereka memungut sampah
4. Mengetahui
penghasilan mereka setiap hari
5. Mengetahui
mengapa mereka lebih memilih tinggal di pemukiman pemulung.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kehidupan
Pemulung
Bagi
pemulung, sampah adalah “ladang” tempat menggantungkan hidup, dimana
sehari-hari mereka menjalankan sebagai pemulung. Alasan mereka melakukan itu
sasarannya sudah jelas karena tidak adanya peluang untukn mendapatkan pekerjaan
lain. Para pemulung mengakui bahwa mereka betah mencari nafkah seperti itu
karena mendatangkan rezeki tersendiri. Hal ini juga menjadi alasan untuk
mengajak saudara, teman, dan orang lain untuk mengikuti jejak mereka. pemulung
berani tinggal di sebuah gubuk reot, berdinding kardus dan beratas seng.
Walaupun tempat tinggalnya tidak layak namun kenyataannya mereka mampu bertahan
menghadapi berbagai masalah dalam kondisi apapun.
Salah
satu contoh kasus yang kami observasi adalah yang dialami oleh samsudin yang
beralamat di Cinere-Depok membuktikan bahwa dirinya sebagai pemulung karena
tidak mempunyai keterampilan khusus.Sebagai pemulung merupakan dunia yang
melingkupi hidup mereka yang tak lepas dari onggokan sampah. Setiap hari,mereka
memilih dan memilah sampah dari rumah ke rumah. Beberapa jenis sampah yang laku
di jual seperti : kertas, botol, kaleng, kardus dan Aqua. Yang dikumpulkan
dilapak masing-masing.Saat mencari nafkah, samsudin hanya bermodalkan karung,
alat sederhana itu digunakan untuk menampung sampah yang di pungut untuk dijual
untuk mendapatkan uang.Mereka memulung tidak mengenal waktu untuk mengumpulkan
hasil sebanyak banyaknya karena prinsip yang berlaku di kalangan pemulung
“kalau mau mendapat uang, haruslah rajin”.
2.2 Jenis
dan Harga Barang Pulungan
Beberapa
jenis dan barang pulungan diantaranya :
No
|
Nama Barang
|
Harga Barang /kg
|
1.
|
Aqua
|
Rp 3000/kg
|
2.
|
kaleng
|
Rp 300/kg
|
3.
|
Botol
|
Rp 300/kg
|
4.
|
Kertas koran
|
Rp 150/kg
|
5.
|
Plastik Kresek
|
Rp 150/kg
|
6.
|
Kardus
|
Rp 200/kg
|
Biasanya
pemulung mengumpulkan terlebih dahulu barang pulungannya sebelum barang
pulungannya dijual dipengepul. Rata-rata dalam sehari samsudin dapat memperoleh
uang sebesar Rp 40.000 sampai Rp50.000-,
2.3 Permasalahan
Yang dihadapi Pemulung
Beberapa
permasalahan yang dihadapi pemulung :
a) Motivasi
menjadi pemulung
Pada awalnya, pekerjaan pemulung
dijalani sebagai pilihan terakhir sehubungan dengan kecilnya peluang lapangan
pekerjaan yang ada dikota besar.Pilihan terhadap pekerjaan ini dikaitkan dengan
strategi untuk bertahan hidup. Dengan demikian pemulung cenderung tidak
memiliki motivasiyang kuat bahwa pekerjaan tersebut akan menjadi jalan hidupnya
kelak, tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan sesaat.
b) Pendidikan
dan Keterampilan yang kurang memadai.
Dalam hal ini samsudin mempunyai latar belakang pendidikan yang kurang
memadai, sehingga menyebabkan sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Kondisi
tersebut diperparah dengan rendahnya tingkat keterampilan yang kita miliki
sehingga kurang memahami cara untuk meningkatkan nilai tambah barang bekas.
c) Penghasilan
yang kurang memadai.
Uang yang didapatkan samsudin, hanya
mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.Bagi mereka menyisihkan penghasilan
merupakan hal yang sulit dilakukan, karena adanya tuntutan hidup yang serba
beragam. Disamping itu system permodalan dalam bidang usaha,dan fasilitas
lainnya juga sulit dijangkau.
d) Kondisi
tempat tinggal
Dalam hal ini samsudin bertempat tinggal
dirumah yang tidak layak huni dan berkesan kumuh.Penempatan barang-barang bekas
yang mereka miliki tidak tertata rapi dan terkesan semerawut dan tidak sehat.
Samsudin tinggal dirumah yang terbuat dari triplek dan kayu bekas yang dibangun
seadanya sambil menempati tanah kosong milik pemerintah
e) Kondisi
kehidupan keluarga
Anggota keluarga samsudin terjun juga
dalam aktifitas memulung sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, orang tua
dan adik samsudin juga sibuk membersihkan dan menyortir barang bekas sebelum
dijual ke pengepul.Pembagian peran dan tanggung jawab dalam keluarga tidak
jelas karena antara orang tua dan saudara sama-sama mencari nafkah. Menurut
samsudin,sampah rumah tangga banyak menumpuk kalau petugas kebersihan tidak
mengangkut sampah,dengan harapan Ia dapat lebih banyak mendapatkan sampah yang
bisa dijadikan uang.
2.4 Penyandang
Cacat (Tuna Daksa)
Selain mewawancarai samsudin, kami juga
mewawancarai seorang penyandang cacat (tidak memiliki sepasang kaki) yang
bernama Inayahtullah berusia 22 tahun.Ia berasal dari Demak, Jawa Tengah.
Karena kondisinya yang ia alami, saat ini ia sulit mendapatkan pekerjaan
terlebih ia hanya lulusan Smp.
Alasan
ia merantau ke Jakarta ialah ia ingin mandiri dan tidak ingin bergantung kepada
orang lain (orang tuanya). Sebelumnya inayahtullah mempunyai usaha Toko Buah
namun bangkrut karena pembeli yang tidak bertanggung jawab (kabur “berhutang”).
Meskipun ia cacat ia mempunyai prinsip hidup yaitu tidak ingin bergantung
kepada orang lain dan tidak memanfaatkan keadaan fisiknya untuk mengemis.
Banyak
orang yang ingin memberikan modal untuk ia membuka usaha, namun ia tolak dengan
alasan ingin membuka usaha dengan jerih payahnya sendiri karena jika ia takut
jika mendapat modal dari orang lain ia tidak memiliki rasa mempunyai usaha
tersebut dan cenderung tidak peduli dengan usahanya.
Komentar
Posting Komentar